Amarah menggelegak merah
mengabut diam ruang dada
seperti larva perut merapi
menunggu tanah bumi berguncang
Kala kini santun tak kau hatur lagi
dari lempengan bibir
ceracau tak tentu ritma
lidah mencibir diri pada kebiasaan
mengoyak jala ruang jiwa
yang sendiri tersisihkan
Gerah,
merah pekat menghitam geram
Muntahlah sudah bebatuan api
dari panggangan ruang yang diam
paksa ku hentakkan akar bening rasamu terdalam
pecah bergelindingan amarah
menyapu teduh rumah cengkrama
hingga ruah airmata
tersedak merah kau guncangkan wadahnya
Dan di senja ini
biar kulesatkan menembus ruang luar
menuju awan menguntai kata
dari airmata yang terbuncah
Menitipkan pesan di pintu kerajaan malam;
"Ku mohon, biarlah ini menjadi yang terakhir kali,
kerna setan baru saja bertepuk girang."
Tentu penyesalan adalah cermin dari lembaran yang terkoyak
(ES:04082010/17:15)
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar