Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Gemerisik Angin Lalu

Suara-suara gaduh penuhi ruang kepala
menggenang menabuh genderang
menggelegak merah
tuding menuding cecerkan magma
tersumpal gumpal dalam rongga dada

Ku raba lembut
dengan tangan-tangan halus kegaiban
mencari pekat kusut
sambil ku tendang-tendang lembaran
yang menjegal berserakan

Satu lembaran nyangsang
di awal hujan ketika langit pesakitan berdendang
menggelantung sungsang
menghunus wajah penuh sembelit
dengan prahara yang menunggang

Sementara lembaran lain
tunggang langgang tertiup angin lepas
menuju belantara-belantara semesta nirmala bebas

(08092010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar