Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Wandira

Aku mengenalmu
berkesah dengan diri penuh luka
merupa kelam wajah-wajah gerhana
menjadi musim yang kau cumbu dalam samsara

Kau mengaduh
pelaminan rusuk setubuhi keranda teduh
di pekat purnama yang mencabik rasa
dalam derai rahim mandul
menari dan bernyanyi sederas serapah irama gagak
bertengger sungsang di dedahanan beringin

Perahu bidukmu
Nakhoda tua pecinta bunga-bunga duniawi
berpetualang melayari samudera laut
dengan hembusan jemari angin yang selipkan mata belati
menghunus nafas jantungmu
menggenangi ceceran darah kau jilati sendiri

Wandira
Perempuan Ensefalitis berteduh di beringin makam
menyilet diri dengan sayap-sayap cinta

Matikan jiwa
mengembarakan sukma di musim-musim gerhana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar