Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Monolog Elang

Kau yang berdiri di antara puing-puing
melihat dedaunan dan dedahanan jatuh menjadi kering
bernyanyi kidung absurd dalam lirih kabut kelam
mati puranama dalam ketelanjangan misteri dan rahasia malam

Bawa iramamu dalam gelegar badai prahara
dimana matahari menghitam dgn keberdayaan yang lemah
meluruhkan darah di punggung senja yang terluka
tanah-tanah basah terkuras airmata
kegelapan menari di kepala
jantung berkeringat di kepundan liang
sendiri mengepak kelopak sayap tembang pesakitan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar