Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Hasrat Terjegal

Ketika lumpur menanam tapak
dan langit senja memerah
menggenang jejak yang lewat
sejumlah tempat dan nama

Ketika ragu memasung
dalam cuaca teramat dingin
langkah tersuruk waktu
dan suara tercekik ruang pengap

Aku tak mengundangmu datang
meski rindu akan hasrat
biarlah hanya akan terurai
angan dan perlambang
sambil teriak serak diam-diam

Dari jelagaku
bukit keraguan dan kecemasan
masih dapat ku pandang telaga itu
sebagai tapak dan jejak kesabaran yang sunyi

Dari jelagaku

di altar penyerahan dan peleburan istana ishtar

masih bisa ku kenang penggalannya.


Aku tak mengundangmu datang

meski rindu akan hasrat

biar ku jengkal jarak dan luka antara langit dan bumi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar