Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Bukan Gombal

satu di pabrikan gudang senjata
lain satunya tergeletak di dapur saja
antara mesiu dan pisau bagiku tiada beda
begitupun di kau
yang menyeretku dalam gejolak
membekam hasrat kasihku di mata pisau
sekaligus keharusanku membenci terhadap perang