Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Aku (Bukan) Kau, Ataupun Mereka

Andai tersibak lebih lebar tajamnya retina
akan ku gadaikan denyut jantung
untuk bisa kau sayat dengan ujung bilahnya
yang ruah dari legam bibirmu merupa beling

Agar dapat terlihat jelas gemericik hening
mengaliri anak-anak sungai di setiap labirin
menuju muara
sebab tidak semua laku dan rasa
mampu terbahasakan dengan semesta kata

Biarlah jemari halus kelembutan setiap hela
seirama angin mengelus rukuk ilalang rapuh
di bawah musim
meski senja meregang luka
mencumbu tikaman prahara di bawah surya

Karena tak seorangpun dapat memaksa
arah irama sayap suka-duka cita
ataupun mengeja noktah hitam ceceran uban
di samudera lautan
serta lalu menghitung pasir pantai
dengan menimbang-nimbang andai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar