Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Jisim-Jisim ( ii )

Jisim-jisim laksana pohon perkasa
berakar dalam menghujam sari manis bumi
berdahan reranting
menggapai keharuman wangi dari langit tinggi
berkembang seri di musim semi
berbuah ruah di musim panas
jadikan bekal di musim gugur
bagi para pejalan

Manusia-Manusia Edan

Yang dilahirkan pada semua jaman
mengutuk fajar pagi
memaki kemanusiaan di bawah matahari
penakluk alam semesta di senjakala
pemuji diri, sembah lutut di malam hari

Mayat Hidup Pejalan Jaman

Kapan kau anggap ada Tuhan
ketika dunia dalam genggaman
siang menjadi binatang
malam telanjangi jalang

Dari Maktabmu

(Kepada yang telah memberi pendidikan pengetahuan padaku, mereka, dan anak-anak negeri)


Kapur-kapur di tanganmu, guru
adalah taburan suka duka cita
mengisi ke dada-dada kecil, kami
yang datang dengan kepolosan
membukakan lembaran-lembaran cakrawala
agar paham arti berbagi

Tutur di bibirmu, guru
adalah taburan kebijaksanaan
mengisi ke jiwa-jiwa kecil, kami
yang datang dengan keluguan
menjadi pilar-pilar kehidupan
agar pandai menopang keadilan

Segala dilakumu, guru
adalah jejak-jejak pengetahuan
mengisi ke kehidupan benih-benih pintu peradaban
yang lahir dari rahim-rahim maktab, kami
mengaliri sungai-sungai jaman

Dan teruntukmu, guru
para pengharum nama bangsa
tanpa tanda jasa
adalah mata tinta di tiap samsara
dari lautan Sang Maha