Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Membunuh Kenang Di Wajah Malam

Kau tahu malam!?
aku pasi mengeja gelisah
atau gemintang yang di telan hujan
menyulam suara-suara bergentayangan
dan bayang-bayang berdiri di tepi ranjang
menadah embunmu dalam tempurung jalang
mengoyak dinding-dindingmu lantang
menjilat mendungmu tak jua hilang
dalam dinginmu kian membekukan

Bedebah kau semesta kata!
satu jiwa mati di tumpukan batu
antara bentang ruang dan waktu

Pergilah!
aku mau luruh dalam hujan
atau badai praha dengan sejuta cabikan
biar patah lembar biduk tanpa nisan
biar remuk hening segumpal darah bernanah
biar luka-luka enggan hengkang kuremah
biar kuhempas semua senja yang lelah

wahai, angin mengeras
tiup daun berserak dari ikatan
hingga ranting jatuh menghujam liang
lelehkan purnama hambur dalam kenangan
serta surya hangus membakarnya



Tidak ada komentar:

Posting Komentar