Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Merajam Lirih

Ada noktah menghitam di dada surya seperti hari kemarin
terperangkap pucuk daun di dahan yang tinggi

Merupa tiang layar
menggoda angin yang tak berhembus

Aku telah berdiri di sini
sebelum derai hujan mengguyur bumi
dengan dunia yang memutar benak
pada masa mengitari
serta berharap ini untuk di akhiri
bukan hanya untuk merajam lirih

Seperti paus biru terdampar oleh air surut di musim semi
seperti unggas terbang terjerat jaring laba-laba
seperti raja buta yang jalang tertidur pulas di tahta keemasan
seperti burung camar yang patah pundaknya

Akulah sesuatu yang terperangkap
di dinding karang tinggi pada keluasan samudera
namun itulah jiwaku yang sedang merajai lirih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar