Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Perjalanan

Biarlah aku tetap menyulam sarang hatimu
di cekungnya mata dengan ratapan gebu yang berdebu
mengeja kesaksian yang memburam
:pengasingan Qais (Majnun)
di puing-puing bangunan belantara pegunungan
pada hamparan ranah jazirah arab

Begitulah dengan berjingkat diam
cinta menikam setiap hela denyut jantungku

Entah berapa jauh lagi putaran musim membeku kelu
dan mengendap dalam telaga
darah yang tetap mengaliri nafas
kekal dalam cawan-cawan menampung kesaksian hijrah
dalam pelarian berikutnya

Hingga perjalanan ini meleleh
dari sketsa lembaran buku hati
dan musim yang bersayap


(11092010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar