Tanpa daya badai meniup dedaunan gugur dari ranting-ranting kering, merubah waktu menjadi bait-bait syair kembara absurditas batangan hari kelam, menyingkap selimut kabut di jalanan setapak menuju misteri detik-detak kesunyian kisah nyata dan legenda, dengan gemericik genangan rhyme kidung arih lirih dalam asa ruang dada jisim yang fana.
Aku ilalang antara kumpulan bunga ambarukma
di sabana berembun abu dan gemeretak gejolak bah
jilati raut surya bermagut kabut
pilin dentang kelam rembulan emas meringkuk
mencari sejengkal mimpi ishtar
menunggu tak kuasa padu rasa kian laju
menunggu diam dalam gugu termangu
Wajah-wajah mengerang aduh usai badai membantai, kehilangan harta dan separuh jiwa bergelimpangan tanpa nisan, antara puing-puing berserakan di bawah kelepak burung-burung bangkai menyalang tubuh ringkih membusung kelaparan dan genangan air mata.
Oh Tuhan
kasih sayangMu dalam ujian tanpa ijazah
di jiwa kami yang masih kering dan gelisah
dari lumpur hati dengan debu-debu kenistaan
mengapa tak KAU pindahkan bencana semesta
ke kota tempat segala macam murka
Angin datang dari penjuru mengetuk-ketuk hati luruh sebab runut dalam ruah doa-doa dan kata sederhana untuk mengurai misteri dan rahasia hidup.Dari renung gemunung dan lembah-lembah mengucap "Selamat jalan saudaraku, Tuhan mengasihimu".
30 Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar