Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Kesekian Kalinya (Untukmu Ayunda)

Ini jiwa mengurai rasa yang terbentang masa
mangasah naluri dalam rahasia dan misteri cinta
susuri bahari menunggang angin yang memisau
kayuh nestapa menitikan buihnya ke tepian
:gugah raga di tanah penuh kelengangan
lalu membangun pualam cinta yang tak jua purna

Setelah kaki beranjak menjemput hasrat akan mimpi
sepi masih berjelaga menyulam gigil puing-puing malam
warnai lazuardi dengan ceceran rindu yang bersarang
di setiap ruas waktu dan ruang

Ini kali semburat senja tak mampu kukanvaskan
sebab langit basah di teluh berlaksa aksara luka
ketika dahaga jiwa menujahkan amarah
lembayungnya menikam dengan mendung
:berlumur jelaga di kabut prahara

Pada setiap lantang jejak surya
pada detak hitungan purnama
pada hati yang bersarang di bibir angin
menampar-nampar rindang kerinduan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar