Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Suar Untukmu

Kau kembali mengajak tapaki lembaran jalan
menjala kita pada mana alur tumpukan

Dalam setia tak bersekat sudut
aku berdiri jejaki rerumput
meninjau saujana nirmala
ke semesta benda

Kunyalakan suar lentera
pada kayuhmu berdendang irama
menampar-nampar laut
yang tak selalu berbuih putih
tergores pada pantai malam keabadian

Itulah morse cinta yang ku persilahkan
merajut lembaran soneta di kanvas senja
membuka lagi dada untuk kau kuaskan
dan kau cium tiap rantingnya

Ketika hanya ada sunyi
pernah ku mohon pada lembaran buku;
kata dalam bahasa terjembatani
tidak hendak mengenakan sampul dalam jilid
tidak merupa serigala
atau angsa yang merona dahan pipimu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar