Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Perempuan Berkerudung Biru Rindu

31 Oktober 2010 jam 15:29
Aku kata kagum garis parasmu,
kelembutan yang tegas akan naluri berbalut kerudung biru dengan rekah senyum serta indah alis mata,
menyimpan bahasa kata seteduh pelangi yang mampu menggusur gundah hari-hari ketika ku melihat portraitmu.

Pernah pula kukatakan pada jurnalmu;
"Beruntung istana kasih yang memiliki kerudung rindu birumu,
sebagai ratu jagat dalam biduk bahtera setia untuk arungi gelombang samudera mahligai kehidupan,
hingga ajal memisah usaikan rentetan cita bersama."

Kau kata kelu benak membisu,
nikmati segantang sunyi cumbui cinta dalam rentang waktu yang lesatkan derai rindu membatu,
dan serta menggelinding sesak di rongga dadamu membentuk candi-candi kejora biru pada hela detak bentangan malam
yang lalu kau bangun dengan asma sejati, ruah dari altar doa-doa.

Perempuan berkerudung biru indah kerinduan.
"Apa arti jarak daratan memisahkan cinta yang hendak menyatukan rasamu, perempuan?" tanyaku padanya kala gerimis senja ini.
"Siapakah yang mampu terbang seperti halilintar kecuali cinta, dimana daratan menjadi sejengkal tanah karena sayap-sayapnya. Jangankan daratan dunia, surgapun dalam sekejap akan di sentuhnya," jawab perempuan yang menerpakan rinduku pada wajahnya bermain dalam benakku.

(31102010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar