(Tiga Oktober Dua Ribu Sepuluh)
Kita buka kembali dada dalam rangkulan sinar surya
bercengkrama bersama endapan secangkir kopi hangat
dan sebungkus nasi goreng
luruh serta dalam menelanjangi memorial kisah;
Tentang gemerisik angin mengurai titik-titik terlukis kerut di lipatan masa
tentang suka-duka cita silih berganti retas dari kanvas rahim ingatan
tentang segala bahasa kata yang belum sempat tersampaikan.
Lalu aku
kau
dan mereka
menguap dari endapan di jilat lidah samsara
biaskan lelap ketika fajar tak sudi jedah berputar
sambil berucap;
"Mari..! kita reguk nikmat dari secawan piala anggur di genggaman.."
Dan sumringahku masih menahan liur secangkir kopi pahit
yang mulai dingin di tenggorokan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar