Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Penyair Senja

Kau tenun sahara
dengan reranting kaktus
menyulam gunung salju
di ujung retina

Terjaga dalam gulir embun
hingga ke ubun fajar
serta binasa
di punggung merah senjakala

Kau kecipakkan
senar-senar dawai absurd
antara pekat hujan bersalju
dan harum manis kidung musim
dalam samsara masa

Mengukir nirmala
dari pualam utuh
dan membuatnya gemetar
dalam kepadatannya lazuardi

Kau kuas zohra
tak terpungut dari kelopak cakrawala
dalam ruang angin bersekat sunyi pasi

Mati ketika menyetubuhi rahim kata
beranak pinak dalam prahara musim
terselingkuhi guntingan dalam lipatan waktu

(05092010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar