Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Kotaku: Tanah Kelahiranku

Udara di sini tak kukenal lagi aromanya
keringat ladang dan sawah
di cangkul gemuruh mesin pabrik
keluarga tani hilang dari kepul asap periuk kian tercekik

Hijau akar tergusur cakar-cakar beton megah
tanah-tanah leleh oleh panas aspal curah
menggusur pekuburan sejarah

Dengarlah
kotaku tak lagi ramah mengunyah jaman
di dasar malam mencuri dara perawan
menujah bulan terluka
dan membunuh benih di emperan jalan

Oo, dengarlah
serak parau perut si miskin membuncah
dari timbunan sejarah
hangus di lidah bara surya
remuk patah di rajam prahara
lebur di kegelapan masa
beristana pinggiran dan tersisih
oleh keterasingan peradaban


Kotaku, kelam dan dalam




(14092010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar