Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Rindu Absurd Pecundang

Kelamku tak mampu menjemput niatmu
ke sebuah altar yang belum pernah kita kenal
tempat pengakuan aksamala terbesar akan tergerai

Namun, dogma-dogma selalu menyekat
nada-nada dawai gigilkan lemahku
meski jauh di palung jiwa
kau tergores indah
dengan tinta nafas keabadian

Pada jejal-jejal rindu malam kukais kenang
rambati bentangan masa penantian
meracik panjang untaian doa dari serpihan musim
sambil mengidung syair kembara nabastala
hingga samar fajar membias embun
tersadar hanya kisah tertinggal
luka kita sendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar