Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Jisim-Jisim ( i )

Ialah tirai yang menyelubung
bersekat-sekat wadahnya keluh
dari getar getir kebendaan
mencercapi rasanya cipta rasa
dari tiap-tiap sisi penjuru angin
telanjang dan mabuk di bawah matahari
bagai lebah-lebah tabuhan menggelantung
antara langit dan bumi
tak nyaman pada rasa sakit
susah mengisi kantung-kantung jubah

Di jalanan panjangnya wajah samsara
penuh warna dan isi
hitam geramnya amarah
merah mencongkak angkara
kuning yang memburui jengkal tanah
sementara nugraha menjelaga
berisi hening dibekap bisu
Aku!
masihlah dungu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar