Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Hari Ini

Pada hari ini
tia-tiap tahun pikiran renungan
dan kenangan saling berdesak dalam jiwa
yang berjalan mengitari matahari dalam hitungan
namun tak pernah tahu berapa kali sudah purnama gugur
mewujud hantu-hantu malam yang telah lama mati
bangun dan berdiri tegak dalam iring-iringan hari yang lewat
lalu berpencar bersama angin musim
tergulung gemawan yang tersesat pada senjakala
mengecil dan menjadi redup di labirin hati
:nyanyian arus di lembah ngarai yang sunyi dan jauh

Pada hari ini
tia-tiap tahun pikiran renungan
dan kenangan itu memberontak di hadapanku
sebuah cermin buram dan pucat pasi
dengan roman wajah berkerut dari gairah harapan
Kesedihan bisu yang lebih manis daripada kebahagiaan
yang berbisik lirih:
Penderitaan yang bertumpuk-tumpuk
adalah rasa sakit yang teramat nyeri
namun kesabaran takkan membutakan diri sendiri
demi meneruskan rasa sakit

Lantas kutoreh pada kalbu
dengan kata harap yang sederhana
sebab kau bersemadi seraya tetap menguasai kedamaian
sambil tetap merasai kegetiran




Tidak ada komentar:

Posting Komentar