Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Rasalah Sayang

Rasakanlah pada udara yang mengeras, sayang
ketika angin mengarak mendung dari pintu langit
menggarami laut di dada kita
meratam ketam air mata
terkuras dalam lembah-lembah ngarai

Rasakanlah pada lembabnya udara, sayang
ketika hujannya menggenangi ladang-ladang
jalanan setapak berlumut, di sana-sini
membuat waktu yang tertumpuk rindu
sering gelincirkan rerantingan
tepat ke ujung belati ragu
yang tajamnya lebih panas dari matahari

Rasakanlah pada udara yang lepas, sayang
ketika Tuhan mencukupkan kelamnya kegetiran
pada sepasang merpati terbuang dari nirwana
mengukur jengkal tanah dengan luka
pada kita yang akan mengusir hantu-hantu
sepanjang arsiran watu

Rasakanlah pada udara dingin, sayang
ketika kutanamkan kecupan terdalam
pada dua kelopak matamu yang mengulum hening
menciptakan lega ke pintu fajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar