Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Hutanku

Dimana kuretas peradaban
jika kertas habis dari hutan
padang-padang terpanggang arang
asap-asap menunggu dihisap
angin menggiring jatah antrian

Kemana mataair curah
jika gemunung tak rindang akar
telaga-telaga bening sumbat
di mata gergaji
hujan menjadi bah di masa tak terkira
tunas-tunas bumi sesak
bernafas sungsang dari atmosfir koyak
di depan hidung tuan nafsu tersumbat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar