Aku sering tersenyum dalam diri, yang bahkan jauh tersimpan di bilik jisim buruk ini. Tersenyum dengan segala getir kodrat, dan tak seorangpun mungkin tahu betapa ironi menjalani hidup. Aku tersenyum, seakan aku tercipta bukan untuk berbuat lain, selain tersenyum. Namun ‘Maaf’ merupakan kata jitu yang mampu luluh lantakkan, bahkan lukai rasa, memaksa bungkukkan kepala dengan malu dan kagum di depan ruh mulia yang merendahkan diri, dan memohon ampunan dari masa lalu yang pahit dan menggetirkan (Elang Senja)

Skeptis Malam

Malam-malam di desa sini
pasar-pasar malam hiburan murah meriah
jajanan bakso barter buah dada
kubah-kubah surau penuh sarang laba-laba
ruang-ruang berpinak segala serangga

Malam-malam di kecamatan sana
cerlangan rumah-rumah busana pinggir jalan
besar kecil tutup sejari dari selangkangan
rumah sekolah serta maktab
tempat tinggal buku-buku pelajaran

Malam-malam di ibukota mana
kedap kedip lampu-lampu megah
payung rindang segala ada
teteki mayat-mayat hidup
dengan monyet dan serigala
para urban nonton debat kusir
pejabat dagelan dari penjara

Lantas
orang-orang gila sorak sorai
berkejaran saling telanjangi dengan tudingan
membakar terbakar amarah
moral mengendap desingnya di tempurung

Skeptiskah mataku dengan negerinya siapa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar